5 Fakta Unik Kerajaan Kutai Kartanegara yang Sempat Dihapus dari Sejarah

5 Fakta Unik Kerajaan Kutai Kartanegara yang Sempat Dihapus dari Sejarah
Foto: Wahyu Saputra/X https://x.com/WahyuSaput99442

Temukan berbagai fakta unik tentang Kerajaan Kutai Kartanegara yang sempat dihapus dari sejarah, termasuk kejayaan, budaya, dan misteri yang melingkupinya.

Berasal dari Indonesia, Kerajaan Kutai Kartanegara adalah salah satu kerajaan yang paling tua dan terkenal dengan sejarah serta kebudayaan yang kaya. Terletak di Kalimantan Timur, kerajaan ini pernah mencapai masa kejayaan yang luar biasa.

Namun, tidak banyak yang tahu bahwa beberapa bagian dari sejarah kerajaan ini sempat dihapus atau hilang dari catatan sejarah. Artikel ini akan mengungkapkan 5 fakta unik tentang Kerajaan Kutai Kartanegara yang mungkin belum banyak diketahui.

Fakta Unik Kerajaan Kutai Kartanegara, Sebuah Tinjauan Sejarah

1. Dua Kerajaan dengan Akar Berbeda

Dua Kerajaan dengan Akar Berbeda
Foto: Yyy Andityo/X

Kerajaan Kutai Kartanegara memiliki sejarah yang berbeda secara signifikan dari Kerajaan Kutai Martadipura, meskipun keduanya berasal dari wilayah yang sama.

Didirikan pada abad ke-14, Kerajaan Kutai Kartanegara pertama kali berlokasi di daerah yang dikenal sebagai Kutai Lama atau Tepian Batu.

Pendirinya adalah Aji Batara Agung Dewa Sakti, yang menjadi raja pertama di kerajaan ini. Sebagai perbandingan, Kerajaan Kutai Martadipura adalah kerajaan Hindu pertama di Nusantara yang berdiri sejak abad ke-4 Masehi di Muara Kaman.

Kutai Martadipura juga dikenal karena memiliki prasasti Yupa, yang merupakan salah satu bukti sejarah tertua di Indonesia.

Perbedaan lokasi pendirian ini menunjukkan perbedaan asal-usul dan pengaruh yang jelas antara dua kerajaan tersebut, meski keduanya berada dalam wilayah administratif Provinsi Kalimantan Timur saat ini.

2. Transisi Menjadi Kesultanan Islam

Pada tahun 1575, terjadi perubahan penting dalam sejarah Kerajaan Kutai Kartanegara. Raja saat itu, Aji Raja Mahkota Mulia Alam, memutuskan untuk mengubah kerajaan menjadi kesultanan Islam dan mengganti nama kerajaan menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara.

Keputusan ini diambil setelah Aji Raja Mahkota Mulia Alam memeluk Islam, yang dipengaruhi oleh dakwah Tunggang Parangan, seorang pendakwah yang berasal dari Hadramaut, Yaman, dengan nama asli Habib Hasim bin Musaiyah.

Transformasi ini tidak hanya mengubah struktur pemerintahan tetapi juga menjadi momen penting dalam penyebaran Islam di wilayah Kutai dan sekitarnya.

Raja Aji Mahkota Mulia Alam merupakan pemimpin pertama di Kutai Kartanegara yang memeluk Islam, dan upayanya untuk menyebarkan agama Islam dilanjutkan oleh penerusnya, Raja Aji Dilanggar.

Meskipun kerajaan telah bertransformasi menjadi kesultanan Islam, elemen-elemen tradisional seperti nama dan gelar raja masih mempertahankan nuansa lama. Perubahan lebih lanjut terjadi ketika Sultan Aji Muhammad Idris naik tahta pada tahun 1735.

Beliau menjadi raja pertama yang menggunakan nama dan gelar dengan nuansa Islam yang lebih kental, menandai era baru dalam sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara.

3. Penggabungan Kerajaan Kesultanan Kutai Kartanegara terhadap Kutai Martadipura

Penggabungan Kerajaan Kesultanan Kutai Kartanegara terhadap Kutai Martadipura
Foto: Sifataro/X

Pada tahun 1634, sebuah peristiwa penting terjadi yang mengubah peta politik di Kalimantan Timur: Kesultanan Kutai Kartanegara melakukan ekspansi militer terhadap Kerajaan Kutai Martadipura, yang pada saat itu dipimpin oleh Maharaja Dharma Setia.

Kerajaan Kutai Martadipura, dikenal sebagai kerajaan Hindu tertua di Nusantara, menghadapi serangan yang tidak hanya menguji kekuatan militer mereka tetapi juga menandai akhir dari era kekuasaan Hindu di wilayah tersebut.

Raja Aji Pangeran Sinum Aji, pemimpin Kesultanan Kutai Kartanegara saat itu, memainkan peran kunci dalam operasi militer ini.

Dengan keberhasilannya menaklukkan Kutai Martadipura, dia tidak hanya mengukuhkan kekuasaannya tetapi juga memulai proses integrasi dan unifikasi dua wilayah yang memiliki sejarah dan latar belakang yang berbeda.

Keberhasilan ini menjadi simbol dari kekuatan dan pengaruh yang bertambah dari Kesultanan Kutai Kartanegara di kawasan tersebut.

Setelah penaklukan berhasil, Raja Aji Pangeran Sinum Aji mengambil langkah strategis dengan menggabungkan kedua kerajaan tersebut menjadi satu entitas politik baru, yang diberi nama Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martadipura.

Langkah ini tidak hanya merupakan manuver politik yang menguntungkan, tetapi juga strategi penggabungan budaya dan administrasi yang cermat.

Dengan menggabungkan dua kerajaan, Kutai Kartanegara tidak hanya memperluas wilayahnya tetapi juga melanggengkan warisan dan budaya dari Kutai Martadipura.

4. Proses Perpindahan Ibu Kota Sebanyak Tiga Kali

Kerajaan Kutai Kartanegara mengalami tiga kali perubahan lokasi ibu kota selama masa pemerintahannya, yang mencerminkan adaptasi dan respons terhadap berbagai tantangan eksternal dan kebutuhan internal.

Awalnya, pusat pemerintahan berada di Kutai Lama, yang merupakan situs pendirian kerajaan ini. Namun, pada tahun 1732, Pangeran Aji Dipati Tua, yang memimpin pada waktu itu, memindahkan ibu kota lebih ke hulu Sungai Mahakam, ke sebuah lokasi yang dikenal sebagai Pemarangan atau Jembayan.

Perpindahan ini dipicu oleh pertimbangan keamanan, mengingat Kutai Lama dianggap rentan terhadap serangan perampok.

Pada tahun 1782, evaluasi lebih lanjut oleh Sultan Aji Muhammad Muslihuddin menghasilkan keputusan untuk memindahkan pusat pemerintahan sekali lagi. Sultan menilai bahwa Jembayan tidak lagi optimal sebagai pusat pemerintahan.

Maka, ia memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke Tangga Arung, yang saat ini dikenal sebagai Tenggarong.

Lokasi ini terus bertahan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Kutai Kartanegara dan menjadi lokasi Istana Kutai Kartanegara di Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

5. Kebangkitan Kerajaan Pasca-Kemerdekaan

Kebangkitan Kerajaan Pasca-Kemerdekaan
Foto: Tanti R Maghfirah/Instagram

Setelah Indonesia merdeka, terjadi perubahan signifikan dalam tata kelola Kerajaan Kutai Kartanegara. Pada tahun 1960, Sultan Aji Muhammad Parikesit memutuskan untuk mengintegrasikan kerajaan dengan pemerintah Indonesia.

Proses serah terima kekuasaan dilaksanakan dalam Sidang Khusus DPRD Daerah Istimewa Kutai di Tenggarong pada tanggal 21 Januari 1960, menandai berakhirnya era kejayaan kerajaan sebagai entitas pemerintahan yang mandiri.

Meskipun kekuasaan formal kerajaan telah berakhir, Istana Kerajaan masih menjadi tempat tinggal Sultan Parikesit hingga tahun 1971.

Setelah itu, istana tersebut diserahkan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan pada tahun 1976, pengelolaannya beralih ke Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Istana ini kemudian diubah fungsinya menjadi museum, yang dikenal dengan nama Museum Mulawarman, untuk memelihara dan memamerkan warisan sejarah serta budaya dari Kesultanan Kutai Kartanegara, memberikan kesempatan bagi generasi mendatang untuk mempelajari dan menghargai sejarah mereka yang kaya.

Melalui pengungkapan 5 fakta unik ini, kita semakin menyadari betapa pentingnya menjaga dan melestarikan sejarah serta budaya lokal. Kerajaan Kutai Kartanegara adalah bagian integral dari sejarah Indonesia yang kaya dan beragam.

Semoga informasi ini dapat menambah wawasan dan kecintaan kita terhadap sejarah nusantara. Teruslah menggali dan menjaga warisan budaya kita untuk generasi mendatang.

Share it:

Tags

Related Articles